DH #3

Setiap sudut kota sedang patah hati. Atau seperti itulah ketika aku memandangnya melalui basah mataku. Perbaikan ruas Jalan Kertajaya yang tak kunjung usai dan beberapa sudut kering yang di mana aku pernah berpelukan menunggu hujan reda dengannya.

Membuang segalanya kelihatan mudah pada awalnya. Aku tidak melihat ada asam lambung yang menggeliat pada awal aku memutuskan untuk menghinakan apa yang kuperjuangkan. Namun semakin ke mari, ini muntahan asam lambung sudah semakin membanjiri klosetku saja.

Tapi tak apa, sejatinya manusia dengan prinsip, aku setidaknya masih memegang prinsip bahwa perputaran dadu yang kupertaruhkan adalah pada kondisi jangan sampai menyesal dan jangan disesali. Namanya juga judi, menang atau pun kalah, hatimu tetap terluka. Untuk orang sepertiku termasuk juga asam lambung yang mengerikan.

Sebenarnya, aku masih kesulitan dalam mengatur derik nafas yang tertahan dalam perasaanku di ruang kerja berukuran 3x4 ini. Kata seorang teman (yang sebenarnya adalah kata-kataku kepadanya beberapa tahun yang lalu pada saat dia ada pada kondisiku) "ketika sedang sakit. Lakukan hal yang kamu sukai, hingga kamu lelah dan melupakan rasa sakitnya."

Aduh sial. Walau pun aku menulis, rasa menggeliat di lambungku tak kunjung reda. Yah, tapi setidaknya rasa sakit yang kau torehkan lebih mendingan. Hatiku lumayan membaik. Tapi tidak dengan lambungku.

Oh, atau aku lupa. Makan malamnya belum kumakan. Ah, kamu tidak mengingatkan. Dasar masa lalu.

Komentar

Postingan Populer