Teaser : Untuk Sementara Waktu

Kepak-kelepak sayap itu mulai menyingkir di sore yang muram. Suaranya sejenak lirih dilepas oleh ketiadaan. Burung-burung itu mencoba terbang lebih jauh. Namun, semakin mereka diterpa tapal batas, semakin muram rasa yang tertampang di muka masam. Warna yang tampak hanya beberapa jingga yang tercecer semburat diantara putihnya awan. Kekasih tak pernah bersisa. sementara sebuah kedalaman hatiku sedang terakit tak berdaya. teronggok begitu saja di atas kursi.

Di beranda itu aku mulai memilah-milah lagi perasaan. Di sore hari itu aku mencoba jujur pada semua rasa berat yang menjatuhkan hatiku lebih dalam. Aku mulai bertanya-tanya lagi di ujung beranda itu. Terduduk di atas kursi berwarna coklat beranyam rotan. Apakah aku mencintainya?

"Tidak mungkin. sebuah kata cinta terlalu berat untuk mengungkapkannya"

Perasaan ini yang ingin kucoba kubuka. ingin kucoba jujur berhadapan dengannya, hanya semakin runyam. Jika kupilah, diantara awan-awan yang mengangkasa, aku lebih merasa nyaman jauh darimu. karena dengan begitu aku akan semakin puas mengingatmu. Karena dengan aku jauh darimu, aku lebih bisa berlari dari semua kenyataan yang berujung menyakitkan. Aku lebih nyaman berada jauh darimu. Karena aku tahu, dekat denganmu hanya sebuah metafora dan kiasan lama yang terucap di bibir para pujangga saja.

Sore itu di beranda, kamu pernah berbicara padaku. "Jika memang perasaan kita nanti reras, ingatlah bahwa seorang sahabat lebih bisa dipeluk dari pada seorang kekasih"
Namun bagaimana mungkin jika kamulah kekasihku?

Ya dan akhirnya aku mencoba jujur sekali lagi, aku akan berani menghadapi perasaan yang membuncah memenuhi setiap sudut rongga dada yang tak akan mampu diakali. Dan di beranda tempat kamu dan aku pernah menyatukan sebuah perkataan dan pendapat tentang rasa bernama cinta ini, aku akan mencoba menghadapimu, sekali lagi, dengan penuh berani. dengan penuh riang di hati. Ya, aku tak mencintaimu, kekasih. Tidak. Karena kata cinta terlalu berat untuk menanggungnya. Tetapi aku jujur, mencintaimu, seikhlas dan setulus apa yang kupunya di rongga hatiku ini.

Dan pada akhirnya, kuambil telepon genggam itu. Mulai mencari namamu dalam buku telepon. dan akhirnya kutempelkan pada telingaku. Lalu, "Hai, masa lalu..."


***

Aku bahkan lupa pernah menulis ini, kalau saja aku tak secara iseng membuka Sipenulis.com mungkin aku tak pernah mengingat aku pernah menulisnya. Awalnya ini hanya sebuah teaser dari cerita bersambung yang sejatinya akan ditupdate tiap senin, tapi apadaya, konsistensiku tertinggal begitu saja. 

Doakan aku bisa menylis ini lagi.

Komentar

Postingan Populer