Hitam #2 : Bersandar

Raungan demi raungan distorsi gitar itu sungguh memekakkan telinga. Seorang gitaris bertangan kidal tengah hanyut dalam solo-solo gitarnya. Namun Dia hanya duduk diam. Rokok di sela-sela jemari kananNya terbakar pelan-pelan. Bangku yang didudukiNya sempat berderit pelan saat Dia membenarkan posisi dudukNya.

“Baiklah, apa ada yang mau merequest lagu untuk dimainkan selanjutnya? Atau mungkin ada seseorang yang ingin menyumbangkan suaranya?” kata sang gitaris itu pada saat alunan distorsi sudah tak lagi terdengar.

Di tengah keheningan bar itu, pada saat tiap orang lelap dengan botol bir dan rokok masing-masing, Dia maju menuju panggung pelan. Sesekali rokok dihisapNya. Dia kelihatan keren sekali dengan rambut sebahu yang terurai.

Pada saat Dia naik ke panggung, gitaris itu menyalaminya. “Wah, ada orang yang berani menyumbangkan suaranya.”

Dia lalu membisikkan beberapa patah kata kepada sang gitaris, dan gitaris itu hanya mengangguk mengiyakan. Entah bagaimana, gitaris itu mengganti gitarnya dengan gitar akustik dan mulai duduk di kursi untuk melakukan tuning. Sementara Dia sudah duduk memegang mic bersiap untuk bernyanyi. Dengan anggukan persetujuan antaraNya dan gitaris itu, alunan intro sebuah lagu dimainkan. Setelah beberapa riff dimainkan, Dia mulai Bernyanyi

Please come now I think I'm falling
I'm holding on to all I think is safe
It seems I found the road to nowhere
And I'm trying to escape
I yelled back when I heard thunder
But I'm down to one last breath
And with it let me say
Let me say

Semua yang ada di dalam bar itu hanyut dalam lagu akustik yang dibawakan oleh Dia dan juga sang gitaris. Dan entah pada saat apa, semua orang yang berada di bar itu kehabisan nafasnya. Sang gitaris menyibakkan rambut pirangnya tidak menggubris orang-orang yang melihatnya tengah mati. Yang dia peduliakan hanya riff gitar yang akan selesai.


Lalu di atas panggung, sesaat setelah outro, Dia menangis. Dia menangis tersedu-sedu mengenang bagaimana anaknya disalib

Komentar

Postingan Populer